“As fewer and fewer people have confidence in paper as a store of value, the price of gold will continue to rise”. – Jerome F. Smith
Pagi ini saya mendapat kabar yang cukup mengejutkan dari istri, harga emas sudah mencapai Rp. 372.000/gram. Luar biasa. Beberapa bulan lalu harganya masih Rp. 300 ribuan.
Ada apa ini?
Kebetulan jemari saya sedang membukai lembaran majalah SWA terbaru dan menemukan jawabannya.
Kenaikan harga yang cukup fantastis ini sebagian dipicu oleh pembelian emas milik IMF oleh bank sentral India sebanyak 200 ton.
Selain itu juga muncul spekulasi bahwa bank-bank sentral mulai meragukan nilai tukar mata uang kertas dan cenderung mendiversifikasi cadangan devisa mereka ke dalam emas.
Negara-negara dengan cadangan devisa besar seperti Cina dan India memang berkepentingan untuk menyelamatkan cadangan mereka yang makin tergerus akibat menurunnya nilai dollar. Selain emas, mereka juga mendiversifikasinya ke mata uang Euro, Yuan dan perak.
Diperkirakan tingkat inflasi akan semakin menggila di tahun-tahun mendatang. Nilai mata uang kertas akan makin turun, termasuk rupiah kita. Makanya bisa dipastikan harga emas akan terus naik akibat lonjakan permintaan dari investor besar maupun kecil.
Dalam tabel di SWA, ditampilkan rata-rata return investasi emas selama 5 tahun, yaitu 11,96%, bahkan di Indonesia bisa mencapai 20,5%.
Bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan kesempatan ini, hendaknya tidak melakukan pembelian secara emosional. Investasi emas jangan berorientasi jangka pendek, karena pasti akan rugi.
Saya teringat ketika orang tua membeli rumah pertama, itu adalah hasil dari menjual emas. Begitu juga pada saat membeli rumah kedua. Hal yang sama juga dilakukan oleh orang tua dari istri saya, mereka membeli rumah juga dari hasil tabungan emas bertahun-tahun. Jadi, bukan dari tabungan di bank.
“Semakin lama, emas akan semakin menguntungkan”, kata Muhammad Iqbal, pemilik Gerai Dinar.
Tutik Kustiningsih, VP Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PT Antam Tbk, memberi beberapa masukan bagi yang berminat berinvestasi di emas.
Pertama, belilah emas saat harganya tidak dalam keadaan bubble, atau terjadi lonjakan harga yang tiba-tiba karena isu yang bersifat sementara dan spekulatif, seperti peperangan dan bencana alam.
Kedua, investor yang bertujuan menyimpan nilai tidak perlu memantau harga dan berita yang mempengaruhi harga emas. Namun sebagai patokan, belilah saat harga emas under valued dan juallah saat over valued untuk profit taking.
Beberapa waktu lalu saya membaca status Twitter dari Robert Kiyosaki yang menuliskan bahwa akan terjadi transfer of wealth terbesar dalam sejarah dalam 3-5 tahun mendatang. Saya penasaran, apa maksudnya.
Kebetulan saya kenal dekat dengan kawannya Robert di Indonesia yaitu Pak Tung Desem Waringin, yang sering berkata bahwa emas tidak membuat anda kaya, tapi emas membuat anda tetap kaya. Saya pun bertanya melalui BlackBerry messengernya dan dijawab: itu adalah emas dan perak!